Sunday 3 April 2011

* Tanggapan terhadap Keluhan Alan Greenspan *

Oleh : Edmond F. La’lang (pemerhati ekonomi dan lingkungan hidup)

”Kita tidak akan pernah menemukan model yang sempura untuk menganalisis risiko. Kita takkan pernah mampu mengantisipasi ketidaksinambungan dalam pasar finansil”
        Menurut saya, hal ini tidak sepenuhnya benar, karena ekonom hanya memakai teori ekonomi yang bersifat linier dengan data statistik dan perhitungan matematis ekonometrik linier (berdimensi 1) pada bidang makro ekonomi dan moneter yang bersifat statis. Hal ini tentu ilmu ekonomi tak akan pernah tahu dengan prediksi akurat dan tepat terhadap gejolak psikologis, kepanikan, ketakutan, egoisme, keserakahan, cita-cita, nilai harapan, hasrat, needs & wants, sikap mental, visi dan bioritmik alamiah pada suatu bidang ruang (X Y Z) yang berdimensi 2 – 4 yang memang tak dapat diukur secara kuantitatif oleh ekonometrik
         Disamping itu adanya ”Invisible Hand” dari alam supernatural dan natural men-yebabkan terjadinya suatu interaksi antara manusia, alam natural dan supernatural yang dinamis dan selalu bergerak non linier dan fluktuatif pada setiap aktivitas manusia, termasuk ekonomi dan bisnis. Memang sifat manusia untuk selalu mau maju, menang, berkembang (growth) dan berhasil yang ditunjukkan oleh grafik garis lurus (linier) dan jika mulai menurun dan fluktuatif maka manusia akan memakai berbagai cara untuk meluruskannya agar naik lebih tinggi lagi. Tetapi ada batas kemampuan diri manusia untuk naik pada satu sesi pendakian, dimana gunung juga hanya mempunyai ketinggian tertentu dan tak mungkin naik terus menuju ke langit. Proses fluktuatif ini, yang jika naik akan dinyatakan sebagai hal positif, keuntungan, keberhasilan dan prestasi, tetapi jika menurun akan dinyatakan sebagai negatif, kerugian, kegagalan dan wanprestasi dan akrab disebut sebagai ”risiko”.
          Padahal positif dan negatif, untung dan rugi, menang dan kalah, prestasi dan wanprestasi adalah warna dan inti dari kehidupan itu sendiri yang tak dapat dihilangkan, tetapi dapat dihindari jika kita mengenal dengan baik alunan bioritmik aktivitas manusia di dunia. Menurut hukum alam ”The Law of Deminishing Return” bahwa jika kita makin naik tinggi dengan sudut kemiringan terjal dan kecepatan lebih besar, maka kita juga akan menghadapi risiko kejatuhan dengan kecepatan yang jauh lebih cepat (free fall) dengan akibat yang lebih parah dibanding keuntungan yang kita dapat sejak saat mendaki. Mirip kasus bursa saham, bursa komoditi, derivatif dan valas atau istilahnya ”High Return High Risk”. Anehnya manusia hanya senangnya mau naik terus, menang terus dan ber- hasil terus tanpa pernah mau tahu penurunan, kekalahan dan kegagalan yang akan selalu dianggap sebagai ”risiko”, sehingga hukum alam gravitasi akan menarik paksa turun jika anda sudah mendekati puncaknya dan bersifat ”manusia menara Babilonia”.
          Demikian juga kenaikan pertumbuhan (growth) ekonomi bisnis, saham, komoditi, valas, obligasi, derivatif dan bonds akan terjadi fluktuasi yang alamiah yaitu bioritmik aktivitas ekonomi manusia yang jika dipaksa melawan arah penurunan (self reinforcing) akan menyebabkan suatu catastroph Soros, seperti ambruknya bangun-an raksasa derivatif subprime yang di- ikuti oleh ambruknya suatu bangunan yang di-bangun oleh manusia dengan dana besar, waktu lama dan kerja keras, seperti bursa saham, bursa komoditi, bursa valas dan sektor riil dalam waktu yang lebih singkat, kerugian dan korban lebih banyak. Bio-Economic dengan alunan bioritmik, kita dapat memprediksi secara akurat tahun berapa (2008) dan bulan berapa (mestinya Juli-Agustus 2008) terjadinya puncak krisis yang dilanjutkan resesi AS. Ketidaksinambungan sebenarnya adalah irama fluktuasi bioritmik secara naik turun yang jika tidak dijaga dengan baik akan menyebabkan terjadinya gejolak dan catastroph, sehingga muncul ketidaksinambungan (ketidaklinieran) pertumbuhan ekonomi dan kenaikan harga saham.
           Dengan mengetahui bioritmik ekonomi secara tepat dan benar, maka kita dapat menghindari risiko sistemik dan individual dari bangunan raksasa yang dibuat manusia, sehingga kita dapat terhindar dari kerugian, kekalahan, kegagalan dan bencana dari risiko sistemik. Selanjutnya kita dapat membuat suatu kondisi ”Free Risk Natural” dan bukan free risk financial yang justru sering gagal dalam meredam dan mencegah munculnya suatu risiko. Yang sering dilakukan adalah memberikan suatu komitmen untuk memberikan suatu Fix Income, Reksadana Pendapatan Tetap, Reksadana Terproteksi, yield derivatif, tetapi tak jarang terjadi timbulnya risiko dalam jangka waktu tertentu yang dikenal sebagai ”siklus ekonomi - bisnis”. Sebenarnya bangunan derivatif ber-jenjang boleh-boleh saja, tetapi kira harus membuat pondasi yang kokoh (objek derivatif yang kuat) dengan arsitektur dan konstruksi bangunan sipil yang berkualitas agar bangunannya dapat langgeng, kuat, tahan gempa dan tiupan badai, seperti kasus subprime mortgages yang pondasinya sangat rapuh. Belum lagi financial engineering junk bonds subprime yang dibungkus berbagai produk derivatif aneh-aneh untuk menghilangkan risiko yang sebenarnya tak dapat dihilangkan. Jadi kita termasuk Alan Greenspan tak perlu bingung dan frustrasi bahwa

Kata Alan Greenspan : ”Kita takkan pernah menemukan model analisis yang sempurna untuk mengantisipasi risiko serta ketidakmampuan untuk mengansipasi ketidaksinambungan dalam pasar finansil”.
          Menurut pandangan saya, belajarlah dari sistim, dinamika dan evolusi alam sebagai perpustakaan dan laboratorium ilmiah tercanggih yang telah disiapkan Tuhan untuk dikelola dan dimanfaatkan manusia secara bijaksana dan optimal agar tidak merusak ”rumahnya sendiri”. Menurut informasi dari Dahlan Iskan (koran Jawa Pos, Oktober 2008) bahwa karena ilmu matematika, sempoa dan geometrik, hanyalah ilmu linier berdimensi 1 (satu)  yang tak mampu mengetahui, menguasai dan mengendalikan pengaruh kekuatan natural dan supernatural terhadap setiap aspek kehidupan), maka pasar derivatif menjadi makin canggih dan rumit. Menurut saya, pelaku bisnis finansil hanyalah membuat jejaring (web) artifisial yang rumit dan berjenjang yang justru mem-buat mereka terperangkap dalam jaringan kompleksnya sendiri tanpa mampu melepaskan diri saat meledaknya tsunami subprime. Yang mana kami sendiri dengan metoda Bio-Economic telah mengetahui dengan tepat jebolnya Rupiah ke Rp. 7.500 – 10.000  dan bangkrutnya bank di Indonesia oleh Krismon (1997); prediksi naik turunnnya IHSG sejak 1997 – 2003; depresiasi Rupiah ke Rp. 11.750 oleh pengaruh BBM; akan terjadinya resesi AS pada 2007-2008 (prediksi kami sejak 2003); prediksi pada Oktober2007 tentang akan adanya ”tsunami finansil subprime” dengan puncaknya pada Nopember 2008 dengan kebangkrutan Lehman Brothers, terdepresiasinya Rupiah menembus Rp. 10.000,-, kenaikan BBM yang mendorong SBI menuju 10,0 %, growth ekonomi 2008 sebesar 5,7 – 6,0 %, penurunan FFRT (the FED) menuju 1,0 – 1,5 %, ancaman deflasi AS dan global oleh kontraksi cut rate menuju zero rate yang dilakukan oleh bank-bansk sentral dunia. Menurut kami, resesi dan deflasi AS dan dunia akan lama pulih dan berlangsung hingga 2012 – 2015, dimana kesejahteraan dunia menurun kembali pada kondisi tahun 1960an dengan potensi Depresi Besar untuk kembali ke  era  tahun 1930an.
Beberapa kesalahan mendasar pasar derivatif yaitu : 1) pondasi sub-sektoral pada properti kelas menengah ke bawah yang semestinya menengah ke atas; 2) akurasi data tidak valid; 3) manajemen risiko yang perhitungannya tidak akurat; 4) pembuatan jaringan bangunan risiko tanpa arsitektur bagunan pencakar langit tahan gempa; 5) tingkat prediksi yang ren- dah dan tidak adanya ”early warning system” yang bekerja efektif dan cepat dalam sis-tim komputerisasinya; 6) perhitungan makro dan mikro ekonomi serta finansil dan akuntansi seperti NPV (Net Price Value) dan NFV (Net Future Value) yang bersifat linier, sehingga tidak bersifat lentur (elastis) dan efektif dalam melakukan assesment dan prediksi. Inilah yang menyebabkan kondisi bubble yang terus mendorong manusia dengan sifat yang penuh ketamakan dan kegairahan untuk melakukan ”leveraging” secara manipulatif tanpa ”underlying asset  dan  value ”  yang  sesuai  dan  sewajarnya. 

No comments:

Post a Comment